💡

Gaya Kelekatan Antara Orang Dewasa

Mei 30, 2020


Reno baru pacaran sama Nindi sebulan Awalnya semua terasa indah. Nindi ini orangnya perhatian, selalu nanyain kabar. Namun lama-lama kok Nindi ini bikin risih… Kalau Reno nggak ngabarin dikit, Nindi langsung curiga. Langsung marah marah. Nindi ini terlalu pengen lengket sama Reno. Tapi gimana ya Reno juga butuh waktu untuk dirinya sendiri. Kelakuan Nindi ini mungkin pernah kamu lakukan, atau kamu mengalaminya. Nama perilaku nindi disebut juga kelekatan insecure. Kelekatan adalah hal yang bagus, tapi kalau kelekatan yang insecure ya nggak enak dong.

Ayo kita mulai tentang kelekatan atau attachment!

Apa tuh attachment?. Attachment itu yang biasa kamu liat di watsap atau email ya?. Bukan ini tuh mau bahas "4 Attachment Theory" atau teori attachment dalam psikologi. Studi tentang Attachment theory pertama pada tahun 1960 dan 1970 membahas hubungan kelekatan antara orang tua dan anak, kemudian berlanjut di akhir tahun 1980 studi meluas ke hubungan relasi individu dewasa.
Ada empat style of attachment pada individu dewasa:
  • Secure
  • (Insecure)Anxious-preoccupied
  • Dismissive-avoidant
  • (Insecure)Fearful-avoidant
Gordon (dalam Saarni, 1999) mengatakan bahwa corak perilaku individu sangat dipengaruhi oleh bagaimana kelekatan yang terjadi antara orang tua dan anak. Pengalaman kelekatan menjadi sumber informasi untuk belajar mengenai individu itu sendiri ketika dewasa. Dilansir dari psikologihore.com Bartholomew and Horowitz (1991) menuliskan bahwa ciri-ciri kelekatan, terdiri dari:

a. Secure

  • Cenderung memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri dan figur lekatnya.
  • Memandang hubungan antara ia dan figur lekatnya sebagai suatu yang positif.
  • Merasa nyaman dengan situasi intim maupun dalam kesendirian.
  • Mencari keseimbangan antara intimasi dan independensi dalam hubungan mereka.

b. Anxious-Preoccupied

  • Mencari intimasi, penerimaan, dan perlakuan yang baik dari figur lekatnya.
  • Mengalami ketergantungan terhadap figur lekat mereka.
  • Merasa kurang aman (insecure) terhadap hubungannya dan figur lekat. Semacam takut kehilangan.
  • Saat bersama figur lekat, mereka sedikit gugup.
  • Seringkali meragukan berharganya mereka sebagai individu.
  • Menyalahkan diri sendiri apabila figur lekat kurang sensitif terhadap kebutuhannya.

c. Dismissive-Avoidant

  • Merasa sudah cukup dan tidak butuh lekat dengan orang lain.
  • Menyangkal kebutuhan untuk memiliki hubungan yang dekat.
  • Menganggap hubungan intim sebagai sesuatu yang tidak penting.
  • Apabila memiliki figur lekat, berusaha mengurangi keintiman hubungan tsb.
  • Memiliki perilaku yang cenderung defensif.
  • Cenderung menekan dan menyembunyikan perasaan mereka.
  • Apabila ia menghadapi penolakan (dihindari, dimusuhi, dibenci, dsb) mereka cenderung menjauhkan diri dari sumber penolakan tsb.

d. Fearful-Avoidant

  • Menginginkan hubungan yang intim, tapi kurang nyaman dalam kedekatan emosional
  • Secara tidak sadar memiliki pandangan negatif terhadap dirinya dan figur lekatnya.
  • Memandang dirinya tidak layak memiliki figur lekat.
  • Tidak mempercayai niat baik dari figur lekatnya.
  • Kurang suka mengekspresikan perasaan afeksi (kasih sayang).
Versi simplenya gini nih kek gambar diatas

Alat Ukur Kelekatan (Attachment)

ADULT ATTACHMENT SCALE
Dikembangkan pada 1990, tapi berdasarkan teori Shaver (1987), dan Levy & Davis (1988). Skala ini mengukur tiga pola kelekatan pada individu dewasa, yaitu secure, anxious (resistant), dan avoidant.
Skala ini terdiri dari 18 item skala likert, dengan skor dari 1 sampai 5. Karena cuma ada 18 jadi cepet ngisinya hehehe. Skala adult attachment bisa kamu cek di sini.
Kritik dari teori kelekatan adalah kegagalannya untuk mengenali pengaruh mendalam dari faktor kelas sosial, jenis kelamin, etnis, dan budaya pada perkembangan kepribadian. Faktor-faktor ini terlepas dari sensitivitas seorang ibu, dapat sama pentingnya dengan kualitas kelekatan ibu dan anak di masa kecil. masih banyak lagi penelitian-penelitian mengenai kelekatan (attachment), cobalah mencari dari berbagai peneliti, jangan terjebak dengan satu peneliti saja yang kamu anggap paling benar (misal mengimami sigmund freud sebagai nabi). Masih banyak yang perlu digali lagi dari psikoanalisa ini dan banyak hal menarik yang saya khususnya belum mengetahui, mari sama-sama belajar, anyway boleh tinggalin komentar tentang pendapat kamu Terima Kasih.