💡

Resensi Film Lost in Translation

Mei 23, 2020

Jadi aku akhir-akhir ini lagi asik dengerin soundtrack film-filmnya Quentin Tarantino mulai dari Pulp Fiction, Reservoir Dogs, Kill Bill, sampe akhirnya aku muter soundtrack film The Godfather. Film Trilogi ini disutradarai oleh Francis Ford Coppola, yang kemudian ngingetin aku pas masa-masa aku nonton film Lost in Translation. Yang merupakan film anaknya si Ford, Sofia Coppola si sutradara film Lost in Translation.

Film Lost in Translation menurutku lumayan berkesan dalam sejarah perfilman aku (maklo sejarah perfilman), mulai dari latar tempatnya yang aku suka, karena pemandangan jalanan Jepang menurutku memiliki nilai estetika yang tinggi (maklo estetika), salah satunya estetika Shibuya Crossing.

Shibuya Crossing ini tentunya kita sudah sangat sering melihatnya di banyak film, dari film Tokyo Drift dan Fast & Furious misalnya. Di Lost in Translation, scene Shibuya Crossing ini bukan jadi tempat balapan, tapi jadi scene yang nunjukin keterasingan si Charlotte (Scarlett Johansson), di antara keramaian Shibuya ia merasa sepi.

Film ini bercerita tentang Bob Harris (Bill Murray) seorang aktor di usia 55 tahun yang sudah melewati masa tenarnya, sedang mengambil job di Jepang buat shooting iklan Suntory Whiskey senilai $2M, jadi sendirian deh si Bob Harris ini di Jepang jauh dari istri dan anaknya.

Kemudian si Charlotte yang dibintangi oleh Scarlett Johansson adalah seorang wanita usia 25 tahun, dia nemenin suaminya si John buat motret karena si John ini adalah photographer terkenal, Charlotte juga mengalami kesepian yang sama dirasakan Bob Harris.

Mereka berdua pertama bertemu di lift hotel yang dipenuhi orang-orang jepang, kemudian bertemu lagi di bar hotel dan keduanya ngobrol cukup baik, mereka merasa saling mengerti satu sama lain. Charlotte deep talk ke Bob Harris tentang masalah hidup yang dia alami, Charlotte merasa cemas dan gundah tentang tujuan hidupnya, Bob Harris yang sudah lama menikah, namun sibuk bekerja hingga hari tuanya merasa asing dengat anak istrinya.

Keduanya merasa terasing dari kehidupan yang sedang mereka jalani, hubungan mereka seperti saling melengkapi satu sama lain, mereka sempat berharap untuk tetap di Tokyo bersama, namun mereka tahu itu hanyalah khayalan romantis sesaat, mereka tahu punya kehidupan masing-masing.


Scene endingnya epic banget bozs bikin nangis, secara visual bagus banget menurutku. Hari terakhir Bob di Jepang, pada sore hari saat di taksi menuju bandara, ia berhenti karena melihat Charlotte diantara keramaian, kemudian mereka berpelukan sebelum berpisah dan bob berbisik namun penonton tak tau ia bilang apa, mata Charlotte berkaca-kaca namun berusaha tersenyum, bob membalas senyumannya dari jauh kemudian mereka berpisah diiringi lagu "Just like honey" by The Jesus and Mary Chain.

Tonton aja bro buat yang suka film romansa, jomblo kaya aku aja suka apalagi kalian yang sudah sarjana perbucinan pasti merasa lebih “can relate”. Oiya tolong rekomendasiin film yang punya nuansa kaya-kaya Lost in Translation dong, atau film yang latar tempatnya Jepang ngeliatin suasana sendu jalanan kotanya pas malam.